Selasa, 31 Desember 2013

Estetika Zen Buddhisme

Pada kali ini saya akan membahas mengenai Estetika Zen Buddhisme, dimana estetika Zen berbeda dengan estetika barat. Estetika Zen Buddhisme tidak hanya sekedar mengandalkan pada nalar saja 9seperti estetika barat) akan tetapi lebih kapada menyatukan pikiran dengan tubuh (meditasi)


Konsep Wabi Sabi dalam Estetika Zen

Estetika dalam konsep Wabi Sabi lebih atau berasal dari kehidupan atau keseharian yang sederhana (mengutamakan kesederhanaan)
Konsep wabi sabi menyatakan bahwa keindahan itu tidak sempurna/tidak kekal sama seperti tubuh.


  • Konsep estetika jepang yang berpusat pada penerimaan akan ketidak kekalan dan ketidak sempurnaan sebagai sifat kehidupan
  • dalam paham ini, keindahan sering dianggap bersifat tidak sempurna, tidak kekal, dan tidak komplit.
  • konsep ini berkembang dari ajaran Zen Buddhism mengenai 3 ciri khas kehidupan, yaitu ketidak kekalan, penderitaan, dan kekosongan atau kehampaan atas diri kita yang sejatinya.


Konsep Wabi Sabi diterapkan dalam upacara minum teh (Cha No yu) dalam kebudayaan Jepang. Hal ini karena cha noyu memiliki keindahannya sendiri. Sifat meditatif dari cha noyu memberikan ketenangan dan nilai estetika sehingga dapat memfokuskan tindakan dan pikiran kita.

Cha Noyu

Master Tea dalam tradisi minum teh ialah Murata Shuko (abad 15), ia yang menetapkan aturan aturan dalam cha noyu. Dalam cha noyu suasana yang ingin ditampilkan adalah suasana yang intim yaitu dengan memakai bangunan yang kecil (tea house) dengan peserta yang tidak terlalu banyak dan yang terpenting adalah teh yang dibuatkan sendiri oleh si tuan rumah.

















"Though many people drink tea, if you dont know the way of tea, tea will drink you up"


7 Prinsip Estetika Wabi Sabi

Prinsip kunci adalah Kesederhanaan, ketenangan, dan ke alamiahan.
  1. kesederhanaan: penerapan secara minimal dan sewajarnya. Tidak diperlukan lebih dari ini, melainkan hasil pengalaman estetik yang mendalam.
  2. ketenangan: maksudnya, merasa tersentuh dari dalam nurani, dengan rasa tentram dan bukan yang meluap-luap atau heboh
  3. kealamiahan: maksudnya, menghindari sesuatu yang dibuat-buat atau dirancang menurut rencana. seorang seniman berusahan untuk membuat karyanya untuk terlihat seakan telah selamanya menjadi bagian dari alam, seakan akan tanpa adanya intervenzi manusia.Karya nya baik berupa sebuah taman, jalan setapak, ataupun sebuah pagar, seakan hasil dari kecelakaan alamiah. Contoh lain nya nampak pada tiang tiang di tea house yang dibiarkan begitu saja (batang pohon/kayu) tidak diamplas, dicat dll.

Dari Wabi terdapat 2 prinsip kunci:

  1. ketidak bergantungan: aspek yang memberikan sebuah karya rasa yang segar dan orisinil. karyanya terlihat familiar, tapi tidak tergantung pada hal apapun.
  2. kedalam halusan: karya tersebut memiliki gaung dalam diri kita dan pada dirinya sendiri, dengan nuansa dan kemungkinan yang berlapis lapis, disatu sisi terselubung namun juga terasa dengan jelas.

Dari Sabi terdapat 2 prinsip kunci yaitu:
  1. asimetri: menolak simetri pad bentuk dan keseimbangan, demimematuhi alam. ini ertolak belakang dengan estetika barat yang pada tradisinya mematuhi hukum simetri, seperti terlihat pada karya visual, sastra dan musik. (patung-patung, lukisan dll dibuat begitu realis)
  2. sublimitas: mencari inti sari yang paing esensial dari karya dan konteksnya. yang tidak esensial dianggap membebai pemirsa dan mengganggu pengalaman estetis.
Contoh:
Disuatu kepulauan di Jepang bernama kepulauan Setouchi, di suatu pulau bernama pulau Teshima, yang berarti kaya akan air, terdapat suatu bangunan/karya yang terbuat dari beton dan semen. Bangunan ini terletak di Teshima Art Museum. Dibangunan ini lantai-lantainya terdapatmengeluarkan bulir-bulir air. Karya ini sangat menggambarkan inti sari paling esensial dari pulau Teshima yang berarti kaya akan air.

Teshima Art Museum









marcellinafanny/12120210117

Estetika Romantik : Schopenhaeur dan Nietzsche

Perbedaan antara Estetika Romantik dengan estetika lainnya adalah estetika romantik tidak bersifat atau mementingkan logika, akal, nalar (menentang), akan tetapi lebih mementingkan rasa atau emosi (kehendak "will")


Arthur Schopenhauer
Lahir di Polandia pada tahun 1788, karyanya adalah "The World"

Kerangka pemikirannya diawali oleh pertanyaan " Apa yang menjadi motif tinadakan kita? " Jika Hegel dikenal dengan "Semangat Zaman" nya maka Schopenhaeur dikenal dengan dengan " Will to Live" nya atau hasrat untuk hidup. Menurut Schopenhaeur, hal inilah yang mendorong seseorang untuk bertindak. Hasrat tidak hanya membentuk tindakan manusia, tapi bahkan merupakan enyebab dari segala sesuatu yang ada, hal ini yang disebut Schopenhaeur dengan "Kategori Metafisika"

Schopenhaeur membagi Will / kehandak menjadi 2 yaitu,:

  1. Noumenal (transedental) , yaitu kehendak yang melampaui kenyataan duniawi, bersifat abstrak, spiritual, tidak berbentuk akan tetapi memiliki tetap memiliki sesuatu kekuatan sehingga bisa dirasakan imact nya.
  2. Fenomenal (duniawi) , kehendak dalam artian keseharian atau keinginan sehari-hari. Contoh saat kita ingin membeli handphone baru tanpa alasan yang jelas tapi bentuk keinginannya jelas.

Schopenhaeur menyatakan bahwa realitas noumenal vs realtas fenomenal akan melahirkan dunia sebagai kehendak dan representasi dimana manusia sebagai "budak hasrat". Ia mengatakan bahwa selama ini manusia menderita karena diperbudak oleh hasratnya sendiri. Lalu bagaimanakah hasrat dapat ditaklukkan? yaitu misalnya dengan kehidupan beertapa, berpuasa, berpantang dll.

Akan tetapi bagi Schopenhaeur, seni dapat membantu kita keluar dari kesengsaraan yang disebabkan dari hasrat manusia. (memberi jalan keluar temporer) Hal ini karena seni adalah wujud dari kehendak transedental , kehendak yang tidak berbentuk dan bersifat abstrak yang menjadi motivasi atas semua kehendak manusia.

Menurut Schopenhaeur, ketika kita melihat karya dan karya tersebut membuat kita tersentuh, kita telah bersinggungan dengan kehendak transedental, sehingga bisa dikatakan kita memahami kehendaak transedental dan menaklukkan kehendak. (lewat seni kita memahami kehendak transedental)

Wujud dari transedental itu sendiri dapat digambarkan dengan seorang seniman. Hal ini karena seniman adalah seorang genius (artistic genius) karena mampu merangkum realita peristiwa pada zaman mereka, dengan menggunakan imajinasi, mereka mampu menciptakan suatu objek. inilah yang disebut Schopenhaeur sebagai wujud transedental.
" Hanya seni murni yang dapat digunakan untuk memahami kehendak transedental" bukan seni terapan.

Ada berbagai bentuk seni murni di dunia ini, namun Schopenhauer mengurutkan hierarki seni murni tersebut sebagai berikut:
1. Musik
2. Puisi
3. Lukisan (historical painting) & patung
4. Desain lanskap
5. Arsitektur

Menurut Schopenhauer, musik dan puisi adalah karya seni yang paling baik karena sifatnya yang universal dan bisa dinikmati semua orang hanya dengan mendengar saja. Sedangkan, menurutnya lukisan dan patung tidak terlalu bersifat universal, karena orang harus mengetahui tentang dasar-dasar melukis dan mematung dulu untuk memahami karya-karya seni tersebut sehingga tidak tertangkap oleh semua orang.





Friedrich Nietzsche
Lahir di Rocken tahun 1844. Karyanya adalah The Birth of Tragedy; human; all to human; thus spoke zarathustra; Thw Will to power.


Berbeda dengan Schopenhauer yng menyatakan kehendak itu harus ditaklukan, maka Nietzsche punya pendapat yang lain, menurutnya justru kehendak manusia itu harus dipupuk dan dipenuhi karena kreatifitas.

Naluri dasar manusia, menurut Nietzsche, adalah will-to-power. Menurutnya, manusia selama ini diperbudak oleh moralitas (slave morality) karena manusia merasa harus ikut dengan aturan massa. Menurutnya, manusia susah untuk berkusasa pada diri sendiri dan bebas melakukan dan mewujudkan potensi dirinya dengan melawan massa. Manusia masih takut untuk melakukan hal itu. Ia berkata bahwa manusia yang sepenuhnya adalah manusia yang mampu memenuhi potensi dirinya dengan kreatifitas dan berani melawan massa. Inilah yang disebut dengan Thus Spoke Zarathustra : Overman


Seni bagi Nietzsche adalah kunci yang membuka esensi kreatif dalam diri manusia. hal inilah yang menjadikan manusia menjadi manusia seutuhnya.


Menurut Nietzsche, dalam berkesenian ada dua aspek yang saling melengkapi, yaitu Apolonian dan Dionisian.

Apolonian adalah nama dewa cahaya dalam mitologi Yunani, sedangkan Dionisian adalah dewa mabuk. Yang dimaksud dengan kalimat diatas adalah, Di satu sisi, seni harus memberi kejelasan, tapi di sisi lain seni juga harus punya aspek yang memabukkan, menarik perhatian, dan membawa kita keluar dari akal sehat. Tanpa aspek apolonian, seni tidak akan punya struktur yang jelas, sedangkan tanpa aspek dionisian, seni tidak akan punya daya tarik.

Menurut Nietzsche, hidup justru belum memiliki makna jika belum ada seni. Ia menganggap seni ada di atas segalanya di muka bumi ini. Intinya, Nietzsche mengedepankan kreatifitas yang imajinatif dibandingkan dengan rasionalitas.







marcellinafanny/12120210117









Senin, 30 Desember 2013

Estetika dan Teori Kritis (Awal Abad ke-20)

Estetika Teori Kritis ini berkembang pada awal abad ke-20 di Institute for Social Research, di institute ini terdapat kelompok pemikir yang disebut Mazhab Frankurt. pada postingan kali ini saya akan membahas 2 tokoh, yaitu Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Walter Benjamin.


Menurut kelompok Mazhab Frankurt, setiap gagasan dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan tertentu. (Tidak ada ide/gagasan yang netral) Ide sosial seperti kekuasaan selalu memiliki kepentingan-kepentingan tertentu. Disini, estetika membicarakan tentang kritik terhadap kebudayaan.

Theodor Adorno dan Max Horkheimer adalah tokoh penting dari Mazhab Frankurt yang mempunyai kritik terhadap apa yang mereka sebut "industri budaya". Mereka mengkritik dampak industrialisasi pada budaya, terutama pada budaya massal / mass culture.


Theodor Adorno (1903-1969)


Salah satu tokoh Mazhab Frankurt ini adalah seorang filsuf dan musikolog asal Jerman. Karya terbesarnya adalah Dialetic of Enlightment, Negative Dialectics, dan Minima Moralia.


Max Horkheimer (1895-1973)

Ia adalah seorang filsuf dan sosiolog asal Jerman. Ia pernah menjabat sebagai direktur di Institute for Social Research yang berpengaruh besar pada Mazhab Frankurt. Karya terbesarnya adalah buku Dialectic of Enlightment yang dibuat bersama Theodor Adorno.

ada suatu bagian buku yang membahas tentang "Kritik terhadap industri budaya (culture industry). Mereka menganggap bahwa industri, terutama mesin, telah menjadikan budaya sebagai semacam pabrik yang mencetak produk-produk budaya. Karena indsutri, karya seni menjadi berkurang nilainya.

contoh industri karya seni : Film

Pada awalnya, film masih menjadi hiburan untuk satu orang, tetapi lama-kelamaan berkembang ketika dibawa ke Amerika dan Eropa, sampai akhirnya di Prancis, Lumier Brothers mengembangkan dan mematenkan alat yang bisa menggabungkan kinestoskop dengan proyektor sehingga orang bisa melihat film beramai-ramai.

Di awal abad ke-20, mulai dibuat film yang menjadi awal industri film. Film bisu pertama yang dibuat tahun 1895 berjudul The Sprinkler Sprinkled.

Pada akhirnya, film bukan lagi menjadi seni, tetapi menjadi suatu industri ketika produser-produser sadar mereka mendapatkan untung dari film ini.



Kritik terhadap industri budaya

1. Budaya sebagi industri

Menurut Adorno dan Horkheimer, film tidak memberi keindahan ataupun pengalaman estetis pada orang-orang yang menonton. Orang tidak menjadi lebih kritis dan juga tidak menjadi lebih pintar karena film-film tersebut karena produk-produk budaya tersebut hanya dibuat semata-mata untuk kepentingan komersil. Menurut mereka, budaya itu seharusnya menciptakan karya seni / fine art yang mampu memberikan pengalaman dan kemampuan estetik. Hal-hal seperti musik pop, film, komik, dan lain sebagainya bagi mereka bukanlah karya seni melainkan produk budaya. Pada masa inilah, seni mulai terbagi.

2. Materialisme historis (Karl Max)

Adorno dan Horkheimer dipengaruhi oleh teori Karl Max tentang kapitalisme. Ia punya suatu konsep yang disebut sebagai materialisme historis. Menurut konsep ini, masyarakat berkembang dengan mereproduksi barang-barang yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Misal, tadinya kita manusia perlu sandang, pangan, papan, namun seiring berkembangnya tren, kita membutuhkan smartphone, laptop, dll. Menurut mereka, industri budaya berbahaya karena terus memproduksi barang-barang seperti film dan komik yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya padahal sebenarnya tidak.

3. Estetika sebagai kritik sosial

Adorno dan Horkheimer berbicara tentang bagaimana seni sebagai produk kebudayaan mempengaruhi orang banyak dan bagaimana masyarakat merespon mereka. Di sini terlihat bahwa estetika bisa dijadikan alat untuk mengkritisi kehidupan sosial yang kita jalani. Menurut mereka, seni itu harus mempunyai tujuan lebih dan bukan hanya tujuan industri/komersil. Mereka menganggap seni sebagai sesuatu yang sakral.




Walter Benjamin (1892-1940)

Walter Benjamin adalah sastrawan, kritikus sosial, dan filsuf asal Jerman. Karya terbesarnya adalah The Arcades Project, Illuminations. 

Adorno, Horkheimer, dan Benjamin berbicara tentang "Karya Seni dalam Era Reproduksi Mesin". Menurut mereka, sebenarnya reproduksi itu bukanlah hal yang baru, tetapi sudah ada sejak zaman dulu, namun masih dengan cara manual, misalnya cetak manual. Dengan adanya mesin reproduksi, proses reproduksi menjadi lebih cepat dan bisa dilakukan sebanyak-banyaknya. Namun, yang berbeda dari reproduksi mesin dan manual adalah keotentisitasan dan aura dalam sebuah karya seni.

Otentisitas adalah keberadaan karya itu di lokasi tertentu dan posisi di titik sejarah tertentu. Contoh, lukisan Mona Lisa yang asli memiliki otentisitas, lokasinya berada di Itali dan titik sejarahnya adalah masa renaisans. Sedangkan, mug yang diberi print wajah Mona Lisa, tidak memiliki keotentisitasan yang dimiliki lukisan asli.


Aura, berarti abstrak, tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan melalui efeknya, dan hanya dimiliki oleh karya seni yang otentik. Menurut Benjamin, sebagus-bagusnya jiplakan/copy yang dibuat mesin, mereka tidak akan memiliki otentisitas dan aura.






marcellinafanny/12120210117



Estetika Idealisme Jerman abad 19

Pada postingan kali ini saya akan membahas pandangan mengenai estetika pada abad 19 di Jerman menurut GWF Hegel (1770-1831). Ia adalah tokoh enting dari periode Idealisme Jeman. Karya terpentingnya adalah The Phenomenalogy of Spirit. Hegel juga seorang dosen, ia mengajar bidang Estetika, Flisafat Agama, dan filsafat Sejarah.


Konsep kunci dalam Filsafat Hegel:

  1. Dialektika
  2. Roh
  3. Kesadaran diri
  4. Kebebasan

Dialeketika

Merupakan pola argumentasi yang melibatkan adanya ide yang dianggap benar (Thesis), dan penyangkalnya (Antithesis), sehingga muncul / membuat jawaban atau hal baru (Sintesis).

Thesis X Anti-Thesis = Sinthesis
Contoh: 
Thesis >> Facebook
Antithesis >> tidak praktis, terlalu banyak memuat hal-hal yang kurang penting
Sintesis >> muncul Twitter
Hegel menggunakan dialektika untuk menjelaskan sejarah. Dengan adanya dialektika muncul banyak hal hal baru yang merubah sejarah. ( evolusi sejarah). Sejarah berevolusi secara dialeklis ( dialektika sejarah)
Sebelum zaman Hegel, dialektika hanya dipakai untuk menemukan prinsip-prinsip dasar saja, bukan hal hal baru.


Roh

Hegel menyebutkan bahwa sejarah terdiri dari manusia, kelompok, dan Roh (roh/spirit/geist/semangat zaman). Tiap periode sejarah, memiliki semngat zaman dan semangat ini terbentuk dari ide ide yang disepakati dalam masyarakat.


Ide/gagasan sifatnya kolektif ( bersift sosial bukan ideal) hal ini dikarenakan ide yang kita punya datang dari lingkungan sekitar (bukan dari dalam diri) jadi sifatnya sosial dan membentuk apa yang disebut Roh/ Semangat zaman kita.
Manusia mempunyai ide-ide dalam dirinya, misalnya saya harus lulus kuliah, saya harus menjadi orang sukses, dll. Ide-ide ini datangnya dari lingkungan kita, seperti guru, keluarga, teman-teman, film, buku, tempat-tempat yang bagus, dan lain-lain (sosial). oleh karena itu, ide yang bersifat sosial inilah yang membentuk roh/semangat zaman.


Kesadaran Diri


Sama seperti sejarah, roh juga berkembang secara dialektif. Yang membentuk roh/ semangat zaman adalah Self Consciousness atau kesadaran diri yang bersifat kolektif/sosial.

Kesadaran diri (kolektif) adalah gagasan yang secara umum dipegang oleh masyarakat.

Gagasan yang ada dan dipegang dalam kelompok ini pada awalnya berasal dari individu kita sendiri. Ide ini bergerak dan berkembang menjadi lebih kompleks (dipengaruhi pengetahuan, buku-buku, berita, dll) menjadi kesadaran kolektif yang diketahui oleh semua orang, sehingga lahirlah budaya.

Budaya menurut Hegel adalah kesepakatan, norma, gagasan, yang disepakati secara umum oleh suatu kelompok.



Kebebasan


Menurut Hegel manusia / seseorang menjadi bebas ketika ia menyadari segala potensi dalam dirinya dan merealisasikannya sebagai makhluk raional.
Manusia yang bebas adalah manusia yang bergerak / berupaya untuk merealisasikan potensi dalam dirinya.Misalnya jika seseorang mempuyai bakat menulis dan ia mengetahui kemampuannya tersebut dan terus berlatih menulis sampai ia pada akhirnya menjad penulis terkenal yang sukses, hal inilah yang disebut Hegel sebagai kebebasan.

Contoh kebebasan:
orang bisa mengakses apa saja di internet kapanpun dan dimanapun, tetapi bukan hal itu yang disebut kebebasan, orang tersebut disebut bebas ketika orang tersebut tahu bahwa internet memiliki banyak potensi bagi dirinya dan ia merealisasikannya dengan memanfaatkan internet.

Kebebasan dapat memajukan / menggerakan semangat zaman.



Seni Menurut Hegel

Merupakan ekspresi roh (semngat zaman digambarkan melalui seni).

Tahapan / evaluasi seni menurut Hegel:
  1. Simbolik : Roh belum bebas sepenuhnya, masih mencari potensi (semangat zaman belum bebas)
  2. Klasik : Sudah bebas dan menemukan potensi
  3. Romantik : Melampaui nalar

Simbolik
masyarakat belum bisa mengekspresikan semangat zaman mereka karena belum tahu potensi yang mereka miliki, oleh karena itu bentuk keseniannya pun masih abstrak. contoh: sphinx, piramida, candi. ketika kita melihat karya karya ini, kita tidak dapat mengetahui artinya/maknanya.


Klasik
roh/ semngat zaman sudah bebas dan menemkan potensi mereka, misalnya diawali oleh masyarakan yunani kuno. mereka sudah mengetahui potensi dalam diri mereka sehingga dapat merealisasikan potensi/ide mereka. manusia pada abad ini sudah menyadari bahwa mereka adalah makhluk yang bernalar. hal ini nampak jelas pada karya seninya yang bersifat realis (anatomi, pose, dll). Contoh karya: patung" yunani kuno. pada masa ini juga lahir yang di sebut Pure Beauty karena karya-karya ini menunjukan potensi yang terdapat pada manusia.

Romantik
manusia mempunyai potensi lain di luar nalar. hal ini ditunjukan dengan manusia yang bisa berimajinasi (tidak masuk akal).
karakteristik peroiode romantik adalah seni bisa menggambarkan hal hal lain di luar realita.


Seni simbolik mencari kesatun ide yang sempurna dengan bentuk bentuk luar; seni klasik menemukan nya karena indera indera serta imajinasi dalam representasi individualitas spiritual; seni romantik melampauinya atau mengatasinya dalam spiritualitas tidak terbatas yang mengatasi dunia nyata.









marcellinafanny/12120210117